BERITA

  • ADA APA DENGAN MUSIK? Juara1 lomba seni sastra menulis cerpen

    ADA APA DENGAN MUSIK? Juara1 lomba seni sastra menulis cerpen

    Seberkas cahaya masuk menusuk ke helai-helai rambut yang kemerahan. Menampakan  keindahan dari semilir rambut bidadari duniawi. Sejuknya udara pagi ini menyusut masuk dan bersemayam di balik pori-pori.

                Aku tengah duduk di depan kelas dengan mata yang tak henti memandang tumpukan kertas yang berisi ribuan kata-kata. Sendiri, kutafsirkan setiap objek dengan beribu kata yang menyimpan berjuta rahasia. Ketenangan adalah caraku menikmati hidup dimana semua terasa begitu mudah untuk di pahami.

                Keheningan ini terusik oleh suara decitan gagang pintu yang di putar. Perempuan berkaca mata dengan rambut sebahu berwarna hitam tampak terlihat cantik dan menawan baru saja keluar dari dalam kelas. Perempuan itu memandangku dengan tatapan malu dan senyum yang agak dipaksakan. Aku pun berbalas senyum dengan sedikit sinis. Perempuan itu duduk di kursi dekat mading yang berada samping pintu kelas. Kupandangi ia lekat-lekat dengan tatapan merendahkan. Dia adalah teman sebangkuku, namanya adalah Vanila. Anak dengan peringkat terendah di kelas dan memiliki status keluarga yang kurang di ketauhi. Satu semester dia  sekolah disini harus dirasakannya dengan penuh kesedihan. Anak pindahan dari Semarang itu adalah anak yang pendiam dan kurang bergaul. Bahkan sering jadi bahan olok-olokan teman sekelasnya.

    “Bagaimana anak seperti itu bisa hidup tanpa teman dan pasti masa depannya juga suram. Kalau besar nanti mau jadi apa dia. Sungguh sunyi sekali ruang hatinya. Kasihan sih, tapi kan itu salahnya sendiri”, batinku dalam hati.

                Hati dan otakku selalu bersekongkol untuk merendahkannya Aku ingin lebih tau tentang keluarga dan asal usulnya. Aku juga ingin tahu alasan kenapa dia tidak suka bergaul dan begitu pendiam. Sungguh itu membuatku terusik, aku begitu benci dengan sesuatu tersembunyi. Dan suatu hari nanti Detektif Conan ini akan membongkarnya. Hingga akhirnya hari itu tiba juga, hari dimana semua rahasia yang dulu diam kini mulai berbicara. Satu hari itu membuatku merasa bersalah dan berharap tak pernah mengatakan hal buruk tentang anak itu. Satu hari yang memberikan motivasi dan pembelajaran untukku.

     

                Pagi tu aku bersama bunda pergi ke Lembaga Psikologi untuk mengambil hasil tes IQ ku kemarin lusa. Lima belas menit perjalanan kami dan akhirnya kami pun tiba di sebuah gedung bertingkat dua dengan nama “LEMBAGA PSIKOLOGI”. Kami berjalan menaiki tangga yang seperti tak berujung. Hingga akhirnya perjalanan ini pun terhenti di sebuuah pintu dengan kaca yang sangat berkilau bak permata. Lalu,kami berjalan menuju ke sebuah meja dengan nama “RESEPSIONIS”.

    “Ada yang bisa saya bantu?” tanya Resepsionis.

    “Saya mau mengambil hasil tes IQ anak saya”, jawab bunda.

    “Atas nama siapa?”tanya Resepsionis.

    “Caramelia Yolamda”, jawab bunda.

                Kemudia Resepsionis itu memilah milah setumpukan dokumen diatas meja. Lalu mengambil satu denagan nama “CARAMELIA YOLANDA” yang ditulis menggunakan spidol warna hitam.

    “Ini dokumennya”, ucap Resepsionis.

    “Oh,terima kasih. Kalau boleh tahu, Dr.Kirananya ada?” tanya bunda.

    “Ada bu, sedang memeriksa pasien di ruangannya. Kemungkinan sudah selesai karena sudah hampir satu jam’an yang lalu”, jawab Resepsionis.

    “Terima kasih ya, permisi”, ucap bunda sambil berlalu meninggalkan meja Resepsionis.

    “Sama-sama”, jawab bunda.

                Kami berlalu meninggalkan meja resepsionis. Lalu berjalan menaiki tangga menuju ke lantai dua. Kami melewati banyak ruangan yang temboknya di penuhi dengan tempelan poster. Poster-poster itu memuat konten-konten yang berhubungan dengan kepribadian. Lalu, perjalananku terhenti hanya karena sebuah poster yang begitu menarik perhatian. Poster dengan judul “           PSIKOPAT” itu mampu membuatku hanyut membacanya. Bukan karena konten-konten yang dimuat di dalamnya, tapi karena lamunanku yang mulai terbang kemana-mana.

    “Bagaimana jika Psikopat itu ada di sekitarku atau bahkan di dalam keluargaku. Bayangkan saja, dengan mesin pemotong rumput yang ia gunakan untuk memotong leher atau dengan truk yang ia gunakan untuk menelindas orang.  Hih,Sungguh menyeramkan”, batinku dalam hati.

                Lamunanku membuatku lupa, bahwa kini bunda telah berjalan jauh meninggalkanku.

    “Mel, kamu ngapain disitu”, teriak bunda.

    “Hah”, jawabku sambil nyengir.

    Aku pun berjalan menyusul bunda yang tengah menunggu. Akhirnya kami pun sampai di depan pintu ruangan dengan papan nama bertulis “Dr.Kirana”. Bunda  memutar gagang pintu dan membukanya, setelah ada seseorang yang mempersilahkannya masuk. Kami pun masuk ke dalam ruangan. Di ruangan itu terdapat lima orang, tiga orang berpakaian seperti orang kaya dan dua lagi berpakaian serba putih yang menandakan bahwa mereka dokter.

                Lalu, seorang perempuan datang menghampiri kami. Aku sangat mengenal perempuan itu, dia adalah dokter  Kirana. Dokter yang memberi tes aku kemarin. Sekaligus teman bunda waktu SMA.

    “Lho Din, ternyata kamu”, tanya Dr.Kirana.

    “Iya, ini loh habis ambil hasil tes IQ nya Caramel. Eh...kebetulan mampir nemuin kamu”,jawab bunda.

    “Oh, aku kira ada apa!” balas Dr.Kirana.

    ”Kamu sedang sibuk ya?” tanya bunda.

    “Enggak kok, Cuma lagi ngecek sesuatu aja”, jawab Dr.Kirana.

                Lalu, Dr.Kirana mengajak kami bergabung dengan tiga orang lainya mereka semua tengah memanadangi seorang anak perempuan yang tengah mengerjakan soal di papan. Dengan sangat cepat dan tepat gadis itu mengerjaknnya. Bahkan soal matematika yang sangat sulit sekaligus, yang biasanya bisa aku selesaikan dalam waktu setengah jam pun mampu ia kerjakan dengan waktu sesingkat itu.

                Semakin lama ku pandangi perempuan itu, aku merasa seperti ada keanehan. Aku seperti mengenal perempuan itu dan benar saja. Setelah perempuan itu menoleh kearah kami dan persis dengan apa yang kupikirkan. Ternyata itu adalah Vanila teman sekelasku. Aku sangat kaget melihatnya. Ini seperti mimpi, mana mungkin siswa dengan peringakat terendah dikelas hari ini dengan kepala mataku sendiri. Aku melihatnya begitu sangat pintar, bahkan lebih pintar dariku.

                Vanila berjalan kearah kami dan ia terkejut setelah  menyadari bahwa ada aku di ruangan itu.

    “Caramel”, sapanya.

    “Hem”, balasku.

    “Sedang apa kamu disini?” tanyanya.

    “Aku habis ambil hasil tes IQ ku kemarin. Eee...Hemm kamu kok bisa sepintar itu?” tanyaku ragu.

    Vanila tak berucap satu kata pun, ia hanya menatapku dengan malu.

    “Jadi kalian sudah saling kenal?” tanya Dr.Kirana.

    “Dia teman sekelasku”, jawabku.

    “Kau pasti merasa bingungkan dengan apa yang baru saja kamu lihat?” tanya Dr.Kirana.

    “Heem”, jawabku.

    “Biar aku jelaskan, jadi Vanila ini adalah seseorang yang memiliki kemampuan unik. Dia adalah anak yang sulit memahami pelajaran. Tapi dengan musik, otaknya seperti dapat dengan mudah menerima materi. Alunan nada musik membuat otaknya merespon dengan cepat materi yang di berikan. Selain karena masalah itu, Vanila ini juga terkendala dengan keadaan psikisnya yang terganggu. Sewaktu kecilnya dulu dia pernah mengalami kejadian yang begitu mengerikan. Ayahnya adalah seorang Psikopat yang tega membunuh istrinya sendiri di hadapan Vanila. Itulah yang membuatnya menjadi pendiam dan pemahamannya terganggu”, jelas Dr.kirana.

                Hari itu dunia seakan tak berputar, cerita itu membuatku seolah hidup di dalamnya. Cerita tentang kehidupan Vanila yang begitu menyentuh hati, membuatku merasa bersalah karena sering merendahkannya. Satu hari itu mampu membuka hati ku yang beku, membuatku luluh sekejap saja. Kisah Vanila yang penuh penderitaan dan kesedihan, memberikanku pembelajaran berharga. Ingin sekali aku kembali ke masa lalu dan menarik semua kata kata buruk ku kepadanya.

                Hari itu berakhir dengan perubahan yang sungguh indah, kesalahan yang terjadi di masa lalu kini telah terobati.

             Seberkas cahaya masuk menusuk ke helai-helai rambut yang kemerahan. Menampakan  keindahan dari semilir rambut bidadari duniawi. Sejuknya udara pagi ini menyusut masuk dan bersemayam di balik pori-pori.

                Aku tengah duduk di depan kelas dengan mata yang tak henti memandang tumpukan kertas yang berisi ribuan kalimat. Sendiri, kutafsirkan setiap objek dengan beribu kata yang menyimpan berjuta rahasia. Ketenangan adalah caraku menikmati hidup dimana semua terasa begitu mudah utuk di pahami.

                Keheningan ini terusik oleh suara decitan gagang pintu yang di putar. Perempuan berkaca mata dengan rambut sebahu berwarna hitam yang tampak terlihat cantik dan menawan, baru saja keluar dari dalam kelas bersama dengan ketiga temannya. Mereka bertiga tersenyum dan berjalan kearahku. Sebuah fenomena yang sejak dulu aku dambakan, kini terpentaskan jelas di hadapanku. Vanila kini sudah sering bergaul dengan teman sekelasnya. Mereka mengobrol asik di sampingku memberikan kehangatan yang tidak ada kirannya.

                Kemarin Dr.Kirana datang ke kelas kami. Menjelaskan semuanya tentang Vanila kepada para guru, sekaligus memberikan sosialisasi kepada para siswa tentang bentuk-bentuk konsep pemahaman siswa, mencoba membuka rahasia dari setiap kejeniusan yang tertunda.

                Earphone itu terus melingkar dileher Vanila seperti ular. Alunan musik yang iramanya merdu mengalun indah merasuk ke dalam gendang telinganya. Hidupnya lebih berwarna kali ini. Sekarang Vanila yang ku kenal adalah Vanila yang ceria dan pintar. Pesanku adalah jangan pernah merendahkan orang lain karena belum tentu kita lebih baik darinya dan orang yang suka merendahkan orang lain berarti ia iri dengan apa yang dimiliki orang lain.

    Anis Susilowati XII MM

    Juara I 

KOMENTAR

BERITA LAINNYA

Indeks